Penelitian Jalur Rempah di Provinsi Sumatera Selatan

Sumsel, BL – Bahwa Sumatera Selatan dikenal sebagai penghasil lada  pada Era Kesultanan Palembang, hasilnya melimpah karena ada campur tangan Kesultanan pada masyarakat Uluan untuk menanam lada ketika itu.

Perintah menanam lada tertuang dalam Layang Piagem, yang ditulis dengan menggunakan aksara dan Bahasa Jawa era pertengahan. Sebelum Era Kesultanan, di wilayah ini ada Kedatuan Sriwijaya yang menguasai jalur pada masanya. Bukti arkeologis yang ditemukan di Pantai Timur ditemukan rempah berupa kemiri dan cangkang biji kepahyang. Hanya saja, di daerah Uluan (DAS MUSI) sampai sekarang belum pernah ditemukan adanya rempah di situs-situs dari Masa Kedatuan Sriwijaya.

Atas dasar inilah, maka Tim Jalur Rempah DAS MUSI melakukan eksplorasi di areal ini. Tim ini dipimpin Retno Purwanti dari Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN, anggota  DPR Wahyu Rizky Andhifani dari Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN Dr Eko Yulianto dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN dan Dr. Amilda seorang Antropolog dari Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah.

“Tim kolaborasi BRIN dan UIN Raden Fatah ini mulai melakukan riset sejak 21 Juni sampai 4 Juli 2025. Sampai hari kedelapan, tim sudah berhasil mengindentifikasi pusat produksi komoditi di masa lampau,” kata Retno Purwanti pada penulis.

Bahwa lokasi pertama di Daerah Pedamaran, Kabupaten OKI, merupakan areal pengumpulan damar dari hutan-hutan sekitarnya. Lokasi lainnya adalah Minanga, OKU Timur sebagai daerah penghasil pinang. Penghasil pinang lainnya adalah Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim (termasuk gaharu).

“Untuk Daerah Jepara di OKU Selatan, tim belum berhasil menemukan hasil komoditinya. Namun, tim berhasil mengambil sampel polen dengan harapan dapat diketahui jenis-jenis pohon yang pernah tumbuh semasa pembangunan Candi Jepara (Batu Kebayan). Dari analisis polen ini akan diketahui jenis rempah yang pernah dihasilkan dan digunakan,” jelas Retno Purwanti.

Sampai hari ini tim masih meneroka lokasi produksi dan jenis-jenis rempah yang pernah digunakan di sekitar Situs Kawasan Percandian Bumiayu, Kabupaten PALI. Penelusuran di tepian sungai-sungai sekitar candi termasuk Sungai Lematang ditemukan singkapan tanah sampai kedalaman 3 meter. Analisis sementara (non laboratorium) diketahui adanya lapisan tipis arang dan polen untuk diambil sampelnya. Hasil pengamatan di hutan sekunder sekitar Situs dan di lingkungan percandian masih banyak sekali ditemukan pohon gaharu. Kayu gaharu merupakan salah satu produk komoditi masa Sriwijaya.

Terpisah, Susanto Jumaidi SHum, Lulusan sejarah asal Kecamatan Kikim Timur, Lahat menceritakan bahwa di  buku Warisan Jalur Rempah Karesidenan Palembang.

“Beberapa catatan Kolonial Belanda yang pernah saya tuliskan juga sebagai makalah tentang perkembangan perkebunan rempah di Lahat hingga tahun 1990-an. Mayoritas ditanam di seberang Sungai lematang dan arah ke Kecamatan Kota Agung, rempah-rempah yang ada,” terang Susanto.

Pengangkutan pelayarannya lewat Sungai Lematang, sebagian lewat Sungai Kikim ke Sungai Musi.Rempah yang ada  seperti lada,  kayu manis, cengkeh,  Kemiri, lalu Kepayang.

Komentar Budayawan dan pengamat tulisan lama tentang Lahat yakni Irfan Witarto mengatakan dalam Buku Lukisan Tentang Ibukota Palembang yang ditulis JL Van Sevenhoven diterjemahkan sekitar 1950-an menyebutkan komoditas yang dijual pada tahun 1822 di Kikim yakin Lilin (malam) Kikim seharga 80.00 gulden per pikulnya.

“Saat itu daerah Lahat termasuk Lintang juga disebut-sebut memiliki komoditas yang dijual. Menurut pengamatannya ketika itu. Catatan Sevenhoven cukup lengkap,” tegas Irfan Witarto.

Beberapa tanaman rempah-rempah tersebut hingga kini masih ada di Kabupaten Lahat, yang beberapa masih menjadi produk andalan penghasil pendapatan daerah Bumi Seganti Setungguan, Kabupaten Lahat sebagai daerah Uluan Palembang di masa lalu.. (Sofi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *